NUANSA IMAN

KOMUNITAS KELUARGA ALLAH YG DEWASA & BERTUMBUH DALAM SEGALA HAL KE ARAH KRISTUS

Rabu, 22 September 2010

DOA SEORANG AYAH (1)


Bapa surgawi yang baik,
Maukah Engkau mengampuni diriku
Karena telah menyakiti hati anak-anakku ? 

Aku berusaha menyenangkan hati anakku,
Dan aku pikir sebuah rumah yang besar
Akan membuat anak-anakku merasa senang.
Aku tidak sadar yang mereka butuhkan adalah kasihku.

Kupikir uang akan membuat mereka bahagia,
Tetapi itu semua ternyata hanya membuat mereka berpikir
Bahwa harta benda lebih berharga daripada orang.
 
Kupikir menampar mereka akan menjadikan mereka kuat
Sehingga kelak dapat mempertahankan diri.
Namun ternyata itu semua hanya membuatku berhenti
Untuk mencari hikmat yang kubutuhkan
dalam mendisiplin dan mengajar mereka.


Kupikir meninggalkan mereka sendirian
Akan membuat mereka mandiri.
Namun itu semua hanya membuat anak-anakku
Tidak lagi memandangku sebagai ayah mereka.
 
Kupikir dengan memuluskan semua masalah,
Aku akan bisa menjaga kedamaian dalam keluarga.
Namun itu hanya mengajarkan mereka untuk lari dari masalah,
Tanpa mau menghadapinya.
 
Kupikir dengan berpura-pura
Menjadi keluarga yang sempurna di depan umum
Akan membuat mereka merasa terhormat.
Namun itu semua rupanya mengajar mereka
Untuk hidup dalam kebohongan dan rahasia.
 
Kupikir apa yang perlu dilakukan para ayah pada umumnya
Adalah mencari nafkah dan menyediakan semua kebutuhan mereka.
Namun ternyata itu hanya membuat mereka menduga-duga
Seperti apakah menjadi ayah itu ?
 
Allah yang terkasih,
Aku harap Engkau bisa membaca doaku ini,
Sebab airmataku telah membasahi kata-kata doaku ini. 
(John Ellis)

 

Anda tidak membesarkan pahlawan, Anda membesarkan anak. 
Dan jika Anda memperlakukan mereka sebagai anak 
Mereka akan menjadi pahlawan, 
Paling tidak bagi diri Anda sendiri.
(Walter Schirra)
 
“Wahai para ayah! 
Janganlah menyakiti hati anak-anakmu sehingga mereka menjadi putus asa.”  
(Kolose 3:21, BIS)
  

 
Percik Permenungan


God Bless You

"Hitherto the Lord has helped us."
Ebenhaezer
From the desk of  Daniel Lauw



Tidak ada komentar: