Ketika Anda naik bis kota, atau melintasi persimpangan jalan yang ada lampu merahnya, atau berjalan di trotoar di pusat kota,atau berada di keramaian, apa yang Anda temui di sana?
Ya,mungkin Anda melihat di sana ada pengemis-pengemis yang bertebaran atau dalam pernyataan yang paling ekstrem kita katakan ’bergentayangan’.
Mereka memang seperti hantu yang bergentayangan menggoda manusia (orang lain) dalam penampakan yang berbeda-beda, ada yang pura-pura cacat kakinya (buntung/lumpuh), ada yang mendandani tubuhnya sehingga seolah-seolah mengidap sakit yang parah, menggunakan bayi sewaan untuk memberi kesan‘ menderita’, ada pula yang hanya memasang tampang melas, ada yang pura-pura buta, bahkan ada yang melakukannya dengan cara menodong orang demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Penampakan semacam itu adalah hal yang sering kita saksikan dikota besar seperti Surabaya, misalnya. Surabaya memang menjadi pusat urbanisasi dan menjadi magnet bagi orang-orang yang hendak mencari penghidupan. Di kota ini, orang-orang yang memiliki keahlian dan keterampilan akan lebih mudah mendapat tempat (pekerjaan), sedangkan bagi mereka yang minim keahlian/keterampilan juga akan mendapat tempat, dengan syarat ada usaha yang keras dan tak kenal menyerah untuk bertahan dalam persaingan yang ketat.
Ada pula orang-orang yang tidak memiliki apa-apa—bahkan motivasi untuk berkarya sekalipun—yang mereka miliki hanya telapak tangan untuk menadah uang hasil kerja orang lain, inilah orang-orang yang telah kita bicarakan di muka,mereka yang selalu bergentayangan di sekitar kita, tak kenal waktu dan tak kenal tempat.
Penelitian tentang pengemis oleh Dr. Engkus Kuswarno (Penelitian Konstruksi Simbolik Pengemis Kota Bandung) menyebut ada lima ketegori pengemis menurut sebab menjadi pengemis, yaitu:
1. Pengemis Berpengalaman: lahir karena tradisi.
Bagi pengemis yang lahir karena tradisi, tindakan mengemis adalah sebuah tindakan kebiasaan. Mereka sulit menghilangkan kebiasaan tersebut karena orientasinya lebih pada masa lalu (motif sebab).
2. Pengemis kontemporer kontinu tertutup: hidup tanpa alternatif.
Bagi kelompok pengemis yang hidup tanpa alternatif pekerjaan lain, tindakan mengemis menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil. Mereka secara kontinyu mengemis, tetapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk dapat hidup dengan bekerja yang akan menjamin hidupnya dan mendapatkan uang.
3. Pengemis kontemporer kontinyu terbuka: hidup dengan peluang.
Mereka masih memiliki alternatif pilihan, karena memiliki keterampilan lain yang dapat mereka kembangkan untuk menjamin hidupnya. Hanya saja keterampilan tersebut tidak dapat berkembang, karena tidak menggunakan peluang tersebut dengan sebaik-baiknya atau karena kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang tersebut.
4. Pengemis kontemporer temporer: hidup musiman.
Pengemis yang hanya sementara dan bergantung pada kondisi musim tidak dapat diabaikan keberadaannya. Jumlah mereka biasanya meningkat jika menjelang hari raya. Daya dorong daerah asalnya karena musim kemarau atau gagal panen menjadi salah satu pemicu berkembangnya kelompok ini.
5. Pengemis terencana: berjuang dengan harapan.
Pengemis yang hidup berjuang dengan harapan pada hakikatnya adalah pengemis yang sementara (kontemporer temporer). Mereka mengemis sebagai sebuah batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan lain setelah waktu dan situasinya dipandang cukup.
Dari hasil penelitian di atas, kita ketahui bahwa mengemis merupakan pilihan yang tidak semata-mata disebabkan oleh keterhimpitan ekonomi (kemiskinan) atau keterbatasan fisik (ketuaan/cacat tubuh)—dua hal yang sering dijadikan alasan tindakan mengemis —yang kedua-duanya menyebabkan hilangnya kesempatan kerja, akan tetapi juga disebabkan faktor lain, seperti faktor tradisi suatu masyarakat yang menjadikan mengemis sebagai profesi; kekurangan potensi sumber daya untuk dapat mengembangkan peluang; dan kondisi musiman, sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Namun demikian, penelitian tersebut ternyata tidak memperhitungkan faktor individu sebagai makhluk yang memegang nilai-nilai hidup, dengan kata lain, hasil penelitian tersebut hanya dirumuskan berdasarkan penemuan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi individu, padahal faktor yang paling mendasar sebagai sebab individu memilih untuk mengemis atau tidak mengemis adalah nilai-nilai yang dihayati individu.
BEDANYA PENGEMIS SINGAPORE, EROPA, AMERIKA & INDONESIA
Semasa saya (penulis - ed) study di Singapore, waktu Krisis Moneter melanda Asia. Singapura meskipun merupakan salah satu negara Terkuat di-Asia juga sempat merasakan imbasnya. Angka Kemiskinan juga sempat terkerek naik meski tidak sebesar & separah negara2 Asia lain seperti Indonesia atau Thailand.
Dalam 2 tahun saja (1998-2000), tiba-tiba di Singapore mulai terlihat para Pengemis di beberapa sudut kota, terutama di kawasan pinggiran & di beberapa Subway / MRT Station, serta kebanyakan di Area Food Stall / Kedai2 Makanan yang dekat dengan Pemukiman. Saya beberapa kali menjumpai mereka mengemis & juga dikejar2 Satpol PP nya Singapore.
Oleh karena itu, Pemerintah Singapore langsung mempelajari cara pemerintah Eropa mengelola para Pengemis. Pemerintah Singapore mendata para Pengemis tsb & diberi pengertian agar mereka tidak sekedar menadahkan tangan, namun dimotivasi agar mereka berkarya apapun asal halal & tidak mengemis. Training2 khusus pengemis diadakan secara intensif & akhirnya kelihatan hasilnya.
Sekarang hampir tidak ada Pengemis Singapore yg asal menadahkan tangannya utk minta2. Mereka mengemis dengan Berkarya, mulai dari Seni Musik, Tari, bahkan tampil dengan lucu2 seperti melawak bersama anjingnya, dsb. Bahkan setiap setahun sekali diadakan Festival jalanan, dimana semua Pengemis & Pengamen diseleksi utk bisa menampilkan atraksi jalanan di sepanjang jalan2 protokol yg ramai pelancong seperti Orchard Road, Scotts road, Suntec CityMall, dsb.
Pengemis Singapore main musik, tarian, melawak, dsb
Pemerintah Singapore belajar dari para Pengemis jalanan Eropa. Pengemis2 di wilayah Eropa memang unik. Kesadaran Mental orang2 Eropa dalam soal mengemis memang lebih sehat daripada kita orang2 Indonesia. Kebanyakan orang Eropa mengemis dengan KREATIVITAS SENI TEATRIKAL yg luar biasa & Unik.
Pengemis Eropa tampil dgn Kreativitas Seni Teatrikal yg Unik
Sedangkan Pengemis Amerika lebih unik lagi. Mereka cenderung berterus terang bahwa mereka memang mengandalkan hidup dari Mengemis. Namun berbeda dengan Pengemis2 Singapore yg menyajikan Kreativitas Seni & Pengemis Eropa yang menyajikan Kreativitas Teatrikal, Pengemis Amerika mengandalkan KATA-KATA LUCU & KONYOL dalam aktivitas mengemis mereka. Orang2 sadar kalo mereka ditipu, tapi mereka mau memberi uang karena Kreativitas dari "Kata2 Tipuan" itu.....
Pengemis2 Amerika dgn Permainan kata2nya yg Lucu.
Sedangkan Pengemis2 Indonesia sering melakukan Mengemis Berjamaah (barengan/berkelompok), selain itu, hampir tidak ada Kreativitas apapun selain melakukan Menadahkan tangan, bahkan melakukan Penipuan (pura2 sakit, luka yg tidak mengering, lutut berdarah, dsb). Malah waktu SMA saya pernah ingat di-rumah tetangga saya pernah dimasuki Pengemis yg "Cacat" pake Kruk. Jalannya tertatih2, dan meminta2 dengan sangat melas..... tapi pas anjing tetangga saya keluar & mengejarnya, pengemis "Cacat" itu tiba2 bisa Lari secepat kilat, wkwkwkwk...kalo ingat peristiwa itu, perut saya mules karena ketawa.....
Pengemis Indonesia, cuman menadahkan tangan & tidak Kreatif sama sekali
Perbedaan paling besar yg saya lihat adalah masalah sbb :.
SEBAB
Mayoritas Pengemis Singapore memang disebabkan karena : Kondisi Ekonomi yg Tertekan.
Mayoritas Pengemis Eropa malah menolak jika dikatakan pengemis karena mereka tidak mengemis namun berkarya seni.
sedangkan Pengemis Indonesia kebanyakan karena Malas. (walau ada juga yg tidak), mirip ama Pengemis2 Amerika, hanya saja pengemis2 Amerika lebih Kreatif.
CARA
Mayoritas Pengemis Singapore & Eropa bersedia diatur & mereka memunculkan karya dalam aktivitas mereka.
Sedangkan Mayoritas Pengemis2 Indonesia menadahkan tangannya meminta hasil kerja orang lain, mirip ama Pengemis2 Amerika, hanya saja pengemis2 Amerika lebih Kreatif.
SIKAP
Mayoritas Pengemis Singapore & Eropa melakukan aktivitas Mengemis hanya utk Batu Loncatan, atau kalaupun menjadi mata pencaharian, mereka melakukannya dengan menunjukkan Kreativitas yang bisa dihargai.
Sedangkan Mayoritas Pengemis Indonesia hanya mengandalkan tangan atau paling banter tutup teh botol Sosro utk dijadikan ecek-ecek, mirip ama Pengemis2 Amerika, hanya saja pengemis2 Amerika lebih Kreatif.
MENTAL
Mayoritas Pengemis Singapore & Eropa bermental Seniman & Creator.
Mayoritas Pengemis Indonesia bermental Penipu, mirip ama Pengemis2 Amerika, hanya saja pengemis2 Amerika lebih Kreatif.
KREATIVITAS..... itulah Kekurangan Bangsa kita, hehehehe.......
Para Pengemis itu adalah Penipu ???
Ya! Mungkin Anda tidak Percaya, tapi mari kita baca kisah dibawah ini.
Selain di-Indonesia, di negara lain juga ada yg kayak gini. Tapi mari kita baca aja kisah ini.
Mengenai seorang "Raja Pengemis" bernama Cak To, yang mempunyai 54 anggota pasukan Pengemis.
Ia hidup mewah dengan beberapa rumah, tanah, motor, mobil SUV Honda CRV, dsb
yg berasal dari Setoran dari anak buahnya. Dan tentu saja, uang setoran para anak buahnya itu
berasal dari uang2 receh yg diperolehnya dari Anda semua yg berbelas kasihan dengan mereka.
Silahkan dibaca.....
BOSS PENGEMIS TINGGAL MENIKMATI HIDUP
Cak To, begitu dia biasa dipanggil. Besar di keluarga pengemis, berkarir sebagai pengemis, dan sekarang jadi bos puluhan pengemis di Surabaya. Dari jalur minta-minta itu, dia sekarang punya dua sepeda motor, sebuah mobil gagah, dan empat rumah. Berikut kisah hidupnya.
Cak To tak mau nama aslinya dipublikasikan. Dia juga tak mau wajahnya terlihat ketika difoto untuk harian ini. Tapi, Cak To mau bercerita cukup banyak tentang hidup dan ''karir''-nya. Dari anak pasangan pengemis yang ikut mengemis, hingga sekarang menjadi bos bagi sekitar 54 pengemis di Surabaya.
Setelah puluhan tahun mengemis, Cak To sekarang memang bisa lebih menikmati hidup. Sejak 2000, dia tak perlu lagi meminta-minta di jalanan atau perumahan. Cukup mengelola 54 anak buahnya, uang mengalir teratur ke kantong.
Sekarang, setiap hari, dia mengaku mendapatkan pemasukan bersih Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Berarti, dalam sebulan, dia punya pendapatan Rp 6 juta hingga Rp 9 juta.
Cak To sekarang juga sudah punya rumah di kawasan Surabaya Barat, yang didirikan di atas tanah seluas 400 meter persegi. Di kampung halamannya di Madura, Cak To sudah membangun dua rumah lagi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk emak dan bapaknya yang sudah renta. Selain itu, ada satu lagi rumah yang dia bangun di Kota Semarang.
Untuk ke mana-mana, Cak To memiliki dua sepeda motor Honda Supra Fit dan sebuah mobil Honda CR-V kinclong keluaran 2004.
***
Tidak mudah menemui seorang bos pengemis.
Ketika menemui wartawan harian ini di tempat yang sudah dijanjikan, Cak To datang menggunakan mobil Honda CR-V-nya yang berwarna biru metalik. Meski punya mobil yang kinclong, penampilan Cak To memang tidak terlihat seperti ''orang mampu''. Badannya kurus, kulitnya hitam, dengan rambut berombak dan terkesan awut-awutan. Dari gaya bicara, orang juga akan menebak bahwa pria kelahiran 1960 itu tak mengenyam pendidikan cukup. Cak To memang tak pernah menamatkan sekolah dasar.
Dengan bahasa Madura yang sesekali dicampur bahasa Indonesia, pria beranak dua itu mengaku sadar bahwa profesinya akan selalu dicibir orang. Namun, pria asal Bangkalan tersebut tidak peduli. ''Yang penting halal,'' ujarnya mantap.
Cak To bercerita, hampir seluruh hidupnya dia jalani sebagai pengemis. Sulung di antara empat bersaudara itu menjalani dunia tersebut sejak sebelum usia sepuluh tahun. Menurut dia, tidak lama setelah peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI. Maklum, emak dan bapaknya dulu pengemis di Bangkalan. ''Dulu awalnya saya diajak Emak untuk meminta-minta di perempatan,'' ungkapnya.
Karena mengemis di Bangkalan kurang ''menjanjikan'', awal 1970-an, Cak To diajak orang tua pindah ke Surabaya. Adik-adiknya tidak ikut, dititipkan di rumah nenek di sebuah desa di sekitar Bangkalan. Tempat tinggal mereka yang pertama adalah di emperan sebuah toko di kawasan Jembatan Merah.
Bertahun-tahun lamanya mereka menjadi pengemis di Surabaya. Ketika remaja, ''bakat'' Cak To untuk menjadi bos pengemis mulai terlihat.
Waktu itu, uang yang mereka dapatkan dari meminta-minta sering dirampas preman. Bapak Cak To mulai sakit-sakitan, tak kuasa membela keluarga. Sebagai anak tertua, Cak To-lah yang melawan. ''Saya sering berkelahi untuk mempertahankan uang,'' ungkapnya bangga.
Meski berperawakan kurus dan hanya bertinggi badan 155 cm, Cak To berani melawan siapa pun. Dia bahkan tak segan menyerang musuhnya menggunakan pisau jika uangnya dirampas. Karena keberaniannya itulah, pria berambut ikal tersebut lantas disegani di kalangan pengemis. ''Wis tak nampek. Mon la nyalla sebet (Kalau dia bikin gara-gara, langsung saya sabet, Red),'' tegasnya. Selain harus menghadapi preman, pengalaman tidak menyenangkan terjadi ketika dia atau keluarga lain terkena razia petugas Satpol PP. ''Kami berpencar kalau mengemis,'' jelasnya. Kalau ada keluarga yang terkena razia, mau tidak mau mereka harus mengeluarkan uang hingga ratusan ribu untuk membebaskan.
***
Cak To tergolong pengemis yang mau belajar. Bertahun-tahun mengemis, berbagai ''ilmu'' dia dapatkan untuk terus meningkatkan penghasilan. Mulai cara berdandan, cara berbicara, cara menghadapi aparat, dan sebagainya. Makin lama, Cak To menjadi makin senior, hingga menjadi mentor bagi pengemis yang lain. Penghasilannya pun terus meningkat. Pada pertengahan 1990, penghasilan Cak To sudah mencapai Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu per hari. ''Pokoknya sudah enak,'' katanya. Dengan penghasilan yang terus meningkat, Cak To mampu membeli sebuah rumah sederhana di kampungnya. Saat pulang kampung, dia sering membelikan oleh-oleh cukup mewah. ''Saya pernah beli oleh-oleh sebuah tape recorder dan TV 14 inci,'' kenangnya.
Saat itulah, Cak To mulai meniti langkah menjadi seorang bos pengemis. Dia mulai mengumpulkan anak buah.
Cerita tentang ''keberhasilan'' Cak To menyebar cepat di kampungnya. Empat teman seumuran mengikutinya ke Surabaya. ''Kasihan, panen mereka gagal. Ya sudah, saya ajak saja,'' ujarnya enteng.
Sebelum ke Surabaya, Cak To mengajari mereka cara menjadi pengemis yang baik. Pelajaran itu terus dia lanjutkan ketika mereka tinggal di rumah kontrakan di kawasan Surabaya Barat. ''Kali pertama, teman-teman mengaku malu. Tapi, saya meyakinkan bahwa dengan pekerjaan ini, mereka bisa membantu saudara di kampung,'' tegasnya.
Karena sudah mengemis sebagai kelompok, mereka pun bagi-bagi wilayah kerja. Ada yang ke perumahan di kawasan Surabaya Selatan, ada yang ke Surabaya Timur.
Agar tidak mencolok, ketika berangkat, mereka berpakaian rapi. Ketika sampai di ''pos khusus'', Cak To dan empat rekannya itu lantas mengganti penampilan. Tampil compang-camping untuk menarik iba dan uang recehan. Hanya setahun mengemis, kehidupan empat rekan tersebut menunjukkan perbaikan. Mereka tak lagi menumpang di rumah Cak To. Sudah punya kontrakan sendiri-sendiri.
Pada 1996 itu pula, pada usia ke-36, Cak To mengakhiri masa lajang. Dia menyunting seorang gadis di kampungnya. Sejak menikah, kehidupan Cak To terus menunjukkan peningkatan...
Setiap tahun, jumlah anak buah Cak To terus bertambah. Semakin banyak anak buah, semakin banyak pula setoran yang mereka berikan kepada Cak To. Makanya, sejak 2000, dia sudah tidak mengemis setiap hari.
Sebenarnya, Cak To tak mau mengungkapkan jumlah setoran yang dia dapatkan setiap hari. Setelah didesak, dia akhirnya mau buka mulut. Yaitu, Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per hari, yang berarti Rp 6 juta hingga Rp 9 juta per bulan. Menurut Cak To, dia tidak memasang target untuk anak buahnya. Dia hanya minta setoran sukarela. Ada yang setor setiap hari, seminggu sekali, atau sebulan sekali. ''Ya alhamdulillah, anak buah saya masih loyal kepada saya,'' ucapnya.
Dari penghasilannya itu, Cak To bahkan mampu memberikan sebagian nafkah kepada masjid dan mushala di mana dia singgah. Dia juga tercatat sebagai donatur tetap di sebuah masjid di Gresik. ''Amal itu kan ibadah. Mumpung kita masih hidup, banyaklah beramal,'' katanya.
Sekarang, dengan hidup yang sudah tergolong enak itu, Cak To mengaku tinggal mengejar satu hal saja. ''Saya ingin naik haji,'' ungkapnya. Bila segalanya lancar, Cak To akan mewujudkan itu pada 2010 inii...
JAWA POS edisi [ Kamis, 12 Juni 2008 ]. http://www.jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=5373
LALU BAGAIMANA SEHARUSNYA KITA BERSIKAP TERHADAP PARA PENGEMIS ???
Alkitab juga mencatat mengenai SEDEKAH kepada orang2 Miskin.
Ester 9:22 karena pada hari-hari itulah orang Yahudi mendapat keamanan terhadap musuhnya dan dalam bulan itulah dukacita mereka berubah menjadi sukacita dan hari perkabungan menjadi hari gembira, dan supaya menjadikan hari-hari itu hari perjamuan dan sukacita dan hari untuk antar-mengantar makanan dan untuk bersedekah kepada orang-orang miskin.
Namun Alkitab menegaskan bahwa TUHAN tidak ingin kita menjadi Peminta-minta !!!
Mazmur 37:25 Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti; 37:26 tiap hari ia menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.
Melalui ayat yang tertulis dalam Mazmur 37:25-26 tsb seharusnya kita memahami dengan jelas bahwa Mengemis atau Meminta-minta adalah suatu kondisi yang tidak dikenan TUHAN. Apalagi jika motivasinya didasari atas Kemalasan. TUHAN benci dengan orang malas!!!
Amsal 15:19 Jalan si pemalas seperti pagar duri, tetapi jalan orang jujur adalah rata.
Amsal 6:9-11 Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" -- maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.
Amsal 10:26 Seperti cuka bagi gigi dan asap bagi mata, demikian si pemalas bagi orang yang menyuruhnya.
Amsal 12:27 Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga.
dan masih banyak ayat lainnya lagi yg menegur orang2 Pemalas! bahkan Rasul Paulus berkata: Kalo Males Kerja, ya Nggak usah Makan!!!
II Tesalonika 3:10-11 Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna.
Memang Alkitab juga mencatat bahwa mereka yang suka bersedekah menolong orang miskin, maka mereka dikenal sebagai orang2 yang Memiutangi TUHAN.
Amsal 19:17 Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.
Namun.....kata "Orang yang Lemah" dalam ayat tsb bahasa aslinya adalah :
דּל = Dal = orang2 "TERKAPAR"
sedangkan di-dalam kitab Ester 9:22, kata "orang2 miskin" tertulis sbb :
אביון' = ebyôn = "AMAT SANGAT" miskin
Kata "DAL" dan "EBYON" menunjukkan bahwa orang2 yg perlu kita tolong adalah mereka yang benar2 "TERKAPAR" dan "AMAT SANGAT MISKIN" (bukan sekedar Miskin biasa), yang benar2 "JATUH & SULIT BANGKIT LAGI" atau "SUDAH SANGAT AKUT", yang benar2 "SUDAH PARAH" dalam arti "SANGAT MEMERLUKAN PERTOLONGAN".
Bukan mereka yang "PURA2 TERKAPAR" atau "PURA2 LEMAH" dan "PURA2 TAK MAMPU" ataupun "MASIH PUNYA KEMAMPUAN"
Nah, Alkitab mencatat tentang "PEMINTA-MINTA ROTI" (Pengemis yang masih mampu) dalam Mazmur 37:25, dalam bahasa Ibraninya:
בּקשׁ = bâqaush = Meminta-minta.
dan ketika huruf "ק" (qa) ditengah2nya dihilangkan, maka akar katanya adalah :
בּוּשׁ = bûsh = artinya adalah : Ashamed = "MEMALUKAN !!!"
Jadi, ada jenis para Pengemis yang "MEMALUKAN" !!! sebenarnya masih punya Kekuatan & Kemampuan utk Bekerja, tapi MALAS. Dan TUHAN tidak ingin UmatNYA menjadi seperti itu & jangan Menolong orang yang seperti itu.
Jika kita menolong & bersedekah kepada mereka para "DAL" dan "EBYON", maka tindakan kita berkenan dihadapan TUHAN. Namun jika kita memberi Sedekah kepada para "BAQAUSH", maka Hal itu tidak berkenan di-hadapan TUHAN !!! Karena MEMALUKAN !!!
Kasih & Keadilan harus Berjalan seiring. Kasih berbeda dengan Kasihan!!! Kasih Sejati tidaklah Membabi buta. Kasih yg sungguh2 justru memerlukan PERHATIAN & KESUNGGUHAN HATI.
Termasuk Perhatian kita utk memahami apakah Pengemis tsb benar2 perlu Pertolongan atau tidak.
Bukan Cuma ASAL NGASIH.
Oleh karena itu, saya bersikap tidak akan memberikan uang Sepeserpun kepada para Pengemis di-Lampu Merah. Mungkin sikap ini akan Anda hakimi sebagai TANPA KASIH. Terserah!!! Namun saya lebih memilih untuk menyalurkannya melalui Pelayanan Diakonia Gereja atau pada Lembaga2 yg Kredibel dalam Menyalurkan bantuan sosial.
Itu jauh lebih BIJAK !!!
Mengapa saya berpendapat seperti itu????
Menurut saya, ada 2 kategori "DAL" atau "EBYON"
1. Cacat Fisik Parah
2. Tua Renta / Sangat Tua & Lemah Fisiknya
(tentu saja keduanya juga harus benar2 dlm kondisi papa/fakir miskin)
Bagaimana cara menentukannya ???
Jika Anda berhenti di Lampu Merah, lalu di-datangi oleh seorang Nenek Tua yg meminta2, apakah Anda tidak pernah melihat sungguh2 & berpikir jernih bahwa Nenek tsb ternyata bisa mendatangi Anda dengan Kakinya yg Gesit melangkah dari satu mobil ke mobil lainnya???
Jika Anda berhenti di Lampu Merah, lalu di-datangi oleh seorang cacat fisik yg meminta2, apakah Anda tidak pernah melihat sungguh2 & berpikir jernih bahwa si-cacat tsb masih sanggup mendatangi Anda dengan kemampuan bergerak dari satu mobil ke mobil lainnya???
Jika mereka mampu "BERGERAK GESIT" lalu kenapa Kegesitan itu tidak mereka pergunakan utk Bekerja???
Alasan yg paling sering dikemukakan adalah: "TIDAK ADA LAPANGAN PEKERJAAN ???"
Ahhh...itu alasan Klasik. Bahkan alasan yg dibuat2.
Mengapa saya katakan begitu???
Mari saya perkenalkan Anda pada seorang Wanita Tua Renta
namun punya mental Hebat. Ia bernama FIN CIE
KISAH NENEK TUA BERNAMA FIN CIE
Kisah ini adalah wawancara yg saya buat beberapa tahun lalu saat Pusat Kya-Kya, di Kembang Jepun, Surabaya masih berdiri. Namun saat ini Pusat Kya-Kya telah ditutup. Hanya ada beberapa kenangan mengesankan yg melekat di-hati saya. salah satunya adalah tentang seorang nenek tua penjaja krupuk, seorang wanita tua dengan punggung bungkuk yang berjalan menyusuri jalan Kembang Jepun & dgn tekun menawarkan berbagai camilan seperti emping blinjo, krupuk rambak, dsb kepada para pengunjung Pusat Kya-Kya.
Bila ada pengunjung datang & menunggu makanan yg belum dihidangkan, ia segera menghampiri & menawarkan dagangannya. Namun bila pengunjung sedang asyik makan, ia dgn sabar menunggu & tak mau mengganggu kenyamanan calon pembelinya yg sedang makan.
Meski tubuhnya kecil & ringkih, ia seperti tak kenal lelah menyusuri jalanan & berdagang. Beda dgn para pengemis di-lampu merah yg hanya menadahkan tangannya, nenek tua ini tak pernah mau mengemis.
"Mengemis itu menghina TUHAN !!!" katanya dengan Tegas.
"TUHAN sudah memberi kita tubuh & otak untuk digunakan, supaya kita bekerja keras & berjuang. Bukan minta belas kasihan orang !!!" ungkapnya.
Bahkan saat kami minta wawancara, ia menolak karena tak mau jadi obyek belas kasihan. Baru setelah berkali2 dirayu & kami yakinkan bahwa kisah hidupnya bisa jadi inspirasi & memberkati banyak orang, akhirnya ia luluh juga. Ia juga menolak uang "iba hati" dari kami, kecuali kami membeli krupuk2nya.
Suatu sikap mental yg luar biasa.....
Namanya Fin Cie atau Finawati berusia +65 tahun & tinggal di-Kapasan Dalam gang I Surabaya bersama kakak perempuan & iparnya yg sakit2an. Hidupnya miskin & diterpa berbagai masalah. Dimasa2 kesulitannya tiada saudara yg mau menolong.
"Tapi TUHAN itu baik. IA memelihara setiap manusia sama rata. Tinggal bagaimana kita saja. Saya percaya, sesulit apapun hidup ini, selama saya masih mau berusaha, TUHAN akan memelihara."
Saat ini, ia dibantu oleh salah satu Gereja & Pendeta sebesar Rp. 150.000,- per-bulan.
"Saya sudah sungkan sama Gereja & pak Pendeta karena merekapun sebenarnya juga kesusahan uang karena banyak yg harus dibantu. Mungkin saya akan sumbangkan uang bantuan itu ke-orang lain yg lebih membutuhkan."
Duh, duh, duh... ditengah keserakahan orang2 merebut hak sesamanya, nenek tua ini malah mau menyumbangkan uang pd org lain. padahal ia sendiri miskin....
Kita memberi karena ada kelebihan uang, bahkan menyumbang Panti Asuhanpun kita memberi baju2 bekas, bukan baru. Karena kita tak mau dirugikan, bukan?
Namun nenek tua ini?... ia memberi dari kekurangannya !!!
Tiap pagi, Fin Cie belanja ke-pasar & membeli bahan-bahan. Sehari, ia mengaku cuma punya modal 50 ribu saja utk membuat krupuk. 50 ribu??? Suatu jumlah yg sangat kecil, senilai yg sering kita habiskan hanya dalam satu kali pembelian utk Pulsa Handphone kita.
Kemudian membantu kakaknya menggoreng krupuk-krupuk & memasukkannya ke-dalam plastik2 yg sudah disiapkan. Siang hari ia istirahat & mulai keluar jualan sesudah maghrib hingga tengah malam.
Dalam sehari, ia bisa untung 25 ribu, namun sering juga hanya untung 2000-5000 rupiah. "Buat becak saja tak cukup. terpaksa jalan kaki, hehehe." katanya terkekeh-kekeh. Sudah bertahun2 ia jualan di-kawasan Kembang Jepun, hingga suatu hari Pusat Kya-Kya dibuka, maka iapun terusir & dilarang berjualan disana kecuali membayar pada pengurus Kya-Kya. Iapun terpaksa berjualan dijalanan lain, padahal kekuatan fisiknya sudah tak memungkinkan lagi untuk ia berjalan terlalu jauh dari rumah. Tubuhnya bungkuk & kakinya nyeri. Namun ia pantang menyerah & tiap malam naik becak, bahkan berjalan kaki hingga ke-jalan Tidar utk jualan.
Hingga suatu hari ia berdoa. Dan TUHAN menolongnya, tiba2 ada pengurus Kya-Kya yang berbaik hati & mengizinkannya berjualan kembali, tanpa bayar, karena ia dianggap termasuk salah satu PKL yg tertib.
"Dulu saya diusir2 dari Kembang Jepun, tapi saya tak sakit hati & mengampuni. Saya percaya TUHAN Adil & buktinya IA menolong saya. Bahkan saya senang ada pusat Kya-Kya, karena juga berjasa menolong menaikkan omzet jualan saya."
Kami akhiri wawancara & memborong krupuk2nya. Dia terkekeh senang. Dari senyumnya kami mendapat pelajaran hidup & kisah perjuangan yg tak ternilai harganya dibanding uang yg kami bayarkan.
Ditengah pahitnya hidup, Fin Cie masih punya semangat hidup luar biasa & hati yg mengasihi TUHAN serta sesamanya!
--------------
Saya percaya fisik para Pengemis pada umumnya jauh lebih baik daripada nenek Fin Cie yang bongkok & jalannya beringsut perlahan. Saya percaya kebanyakan para pengemis yg saya lihat bisa mengumpulkan uang senilai Rp. 50 ribu bahkan lebih. Suatu jumlah yg setiap hari Fin Cie pakai sebagai modal jualan krupuk.
Jika mereka para Pengemis itu dikaruniai fisik & kondisi yang jauh lebih baik daripada Fin Cie, lalu untuk apa saya memberi sedekah kepada mereka, sehingga semakin menjerumuskan mereka dalam Mental yg Buruk.......???
Saya tidak akan memberi Uang kepada para Pengemis jenis itu. Mereka harus bekerja untuk mendapatkannya...!!!
"Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna."
( II Tesalonika 3:10-11 )
Kalau ini sih Pengemis Cantik...
Mana doyan recehan.. ????
Kalau Credit Card sih,
oke aja...he..he..
.
(Di sadur dari tulisan Pst.Wenas – Trinity Church)
"The King of Beggars/Raja Para Pengemis")
"Hitherto the Lord has helped
us."
Ebenhaezer
From the desk of Daniel Lauw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar