Ini merupakan kisah tentang “pemanfaatan” Pohon Natal untuk sesuatu
yang berbeda, bukan sekedar sebagai “Pohon Hiasan” yang meriah,
enak dilihat atau sebagai assesoris pelengkap Natal. Kisah ini ditulis
oleh Paul Borthwick dalam bulletin Kepemimpinan (terbitan
Yayasan Andi Yogyakarta) vol.10/Th.III, p.31-32.
Kiranya memberikan inspirasi bagi kita.
1. Gereja Kristus Titusville (Pensylvania)
Pohon Natal di gereja ini nampak kosong pada minggu pertama bulan
Desember, namun menjelang Natal, cabang-cabang dari pohon itu
sudah mulai bergelantungan dengan bermacam-macam kartu-kartu
yang dipasang oleh para anggota gereja. Pada tiap kartu telah
dituliskan suatu perbuatan baik yang ingin dilakukan oleh penulisnya
untuk orang lain.
"Seorang anggota yang ahli dalam dunia salon biasanya menawarkan
perawatan rambut tanpa bayar," kata pendeta John W. Morris.
Orang lain yang bekerja sebagai penghias kue tart profesional
menawarkan menghias kue tart apa saja pada perayaan Natal ini.
Sedangkan yang lain menawarkan makan bersama di restoran --
lalu kaum muda juga ingin berpartisipasi dengan menawarkan bantuan
untuk memotong rumput taman atau mencuci kendaraan."
Pada hari Minggu sesudah hari Natal, setiap anggota yang telah
memasang kartunya pada pohon itu diminta untuk mengambil salah
satu kartu lain dan mendapatkan pesan-pesan menarik. Semenjak
saat itu, kebiasaan menggantungkan kartu Natal dengan pesan-
pesan perbuatan baik ini menjadi tradisi dalam jemaat kami selama
sepuluh tahun berikutnya,
" kata Morris.
2. Gereja Peninsula
Covenant di Redwood City,
California
Pada Hari Minggu sesudah Hari
Pengucapan Syukur (Thanksgiving Day),
sebuah pohon cemara yang tinggi di
depan rumah ibadah akan dihiasi dengan
untaian-untaian kertas yang berwarna-
warni, yang masing-masing bertuliskan
nama dari satu keluarga setempat yang
berkekurangan, dengan beberapa catatan
tentang kebutuhan mereka.
Setelah beberapa minggu, anggota-anggota yang mengambil seuntai
berarti telah memilih membantu keluarga yang bersangkutan untuk
merayakan Hari Natal bersama. Patokannya ialah sebelum malam
Natal pohon itu sudah kosong kembali.
Nama-nama yang tertera pada untaian kertas itu berasal dari orang-
orang Kristen yang melayani di tengah lingkungan yang berkekurangan.
Banyak di antara keluarga-keluarga itu yang salah satu orangtuanya atau
kedua-duanya sedang menganggur. Sedangkan yang lainnya merupakan
keluarga dengan orangtua tunggal (janda atau duda), atau yang terdiri
dari orang yang sudah tua atau dewasa yang cacat tubuhnya.
Keluarga- keluarga itu sudah mengetahui terlebih dahulu bahwa mereka
akan menerima "pemberian". Metode untaian kertas ini membantu untuk
menghilangkan perasaan yang tak enak antara yang memberi dan yang
menerima, karena tidak enak menawarkan "kemurahan hati" atau
"kedermaan" secara terbuka.
"Sangat menakjubkan ketika menyaksikan hasil-hasil dari 'Proyek Pohon
Natal' itu di dalam jemaat kita," kata seorang anggota jemaat Pat Sikora.
"Pelaksanaan program itu memungkinkan kita menyatakan karunia Allah
dengan cara-cara yang kreatif dan baru."
Beberapa orang memberikan bungkusan pakaian untuk anak-anak, yang
lainnya memberikan peralatan rumah tangga yang masih baru. Beberapa
orang membuat paket hadiah yang dibuat sendiri, dan yang lain mengisi
sebuah kantung besar berisi beberapa hadiah. Satu keluarga mengisi
satu kantong untuk seorang anak dan yang lainnya membawa kendaraan
yang dimuat dengan beberapa mainan, pakaian, dan makanan.
Beberapa di antaranya ingin menyampaikan hadiahnya secara anonim
hanya disertai catatan "Dari temanmu di Covenant", sehingga tak memberi
kesempatan untuk mengucapkan terima kasih. Ada yang memusatkan
perhatiannya pada satu keluarga, lalu mengadakan hubungan erat dengan
keluarga itu dan membantu keluarga itu untuk tahun berikutnya.
"Pernah pada salah satu tahun, seorang jemaat memutuskan untuk
membarikan santunan selama satu tahun kepada satu keluarga
dengan delapan anak-anak yang tak mempunyai bapak lagi. ", kata
Sikora, "akhirnya setelah satu tahun berlalu, jemaat ini
berkeinginan untuk merawat keluarga itu seterusnya."
Banyak para orangtua merasa bahwa pengalaman itu telah membantu
mereka mendidik anak-anak mereka dalam hal memberi dengan senang
hati. Ada juga beberapa keluarga yang memilih satu keluarga yang cocok
dengan tingkat usia di keluarga mereka.
"Proyek Pohon Natal", kata Sikora, "bukanlah merupakan suatu pelayanan
satu pihak, karena kebanyakan kita merasa bahwa kita pun menerima
banyak berkat dari proyek ini."
With
Love in Christ
"Hitherto the Lord has helped
us."
Ebenhaezer
From the desk of Daniel Lauw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar